Kairo (ANTARA News/AFP) - Liga Arab hari Minggu mengecam serangan militer Barat terhadap Libya, sepekan setelah mereka mendesak PBB memberlakukan zona larangan terbang di negara Afrika Utara yang kaya minyak itu. "Apa yang terjadi di Libya berbeda dari tujuan penerapan zona larangan terbang dan yang kami inginkan adalah perlindungan warga sipil dan bukan pemboman warga sipil lain," kata Sekretaris Jendral Liga Arab Amr Mussa kepada wartawan.

"Sejak awal kami hanya meminta zona larangan terbang diberlakukan untuk melindungi warga sipil Libya dan menghindari perkembangan lain atau langkah-langkah tambahan," kata Mussa.

Pada 12 Maret, Liga Arab mendesak PBB memberlakukan zona larangan terbang di Libya dan mengatakan, rejim Moamer Kadhafi telah "kehilangan legitimasi" ketika mereka berusaha menumpas pemberontakan yang berusaha menggulingkannya dari kekuasaan.

Dalam intervensi terbesar Barat di dunia Arab sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003, sejumlah kapal perang AS dan sebuah kapal selam Inggris menembakkan lebih dari 120 rudal jelajah Tomahawk ke Libya pada Sabtu, kata militer AS.

Pesawat-pesawat tempur Prancis juga melancarkan serangan udara.

Dewan Keamanan PBB mensahkan Resolusi 1973 pada Kamis yang mengizinkan aksi militer untuk mencegah pasukan Kadhafi menyerang warga sipil.

Mussa mengatakan, persiapan sedang dilakukan untuk mengadakan sidang darurat Liga Arab yang beranggotakan 22 negara, dengan pembahasan utama mengenai Libya.

"Kami saat ini sedang melakukan pembicaraan untuk mempersiapkan pertemuan," kata pemimpin Liga Arab itu.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Kadhafi, yang membuat marah Barat.

Sekarang kita telah membahas aspek-aspek Harga Jual Blackberry iPhone Laptop Murah, mari kita kembali kepada beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com