Jakarta (ANTARA News) - Apa yang bisa dipelajari dari Kongres II Partai Demokrat? Jika ingin digambarkan maka bisa diwakilkan dalam satu kalimat, yakni, kalahnya politik pencitraan dengan pendekaan kultural. Andi Malarangeng yang begitu menggebu-gebu sejak mendeklarasi pencalonannya beberapa bulan lalu kalah telak pada pemungutan suara. Jika, masyarakat dan pesera kongres melihat baliho dan spanduk yang ditebarkan Andi di penjuru kota Jakarta, Bandung dan di arena kongres, maka bisa menggetarkan lawan.

Tidak hanya baliho dan spanduk, kubu Andi juga "menyerang" dengan iklan di sejumlah televisi. Bila melihat komposisi pemilih, pilihan iklan di televisi kurang mengena karena para pemilih bukanlah masyarakat umum, tetapi audiens terpilih, yakni pengurus cabang (DPC) dan pimpinan daerah (DPD). Mereka adalah pemilih cerdas yang menjatuhkan pilihan atas pemikiran rasional, bukan terpedaya dengan iklan.

Bukan hanya melalui baliho dan iklan, kubu Andi yang didukung oleh lembaga pencitraan profesional juga menarik Edhi Baskoro (Ibas, putera bungsu pasangan Ani-Yudhoyono) ke pihaknya. Ibas digadang-gadang kemana saja Andi berkampanye.

Lalu tersebar info bahwa Cikeas mendukung Andi dan itu dipresentasikan oleh kehadiran Ibas di kubu Andi.

Namun, lihatlah kenyatannya. Andi kalah telak pada pemilihan ketua umum putara pertama. Putaran kedua dilakukan karena dari tiga calon, Anas Urbaningrum, Andi dan Marzuki Alie, tidak satupun yang memperoleh suara 50 persen plus 1.

Semua upaya di atas mungkin merupakan perhitungan matang dari kubu Andi, bahwa dia, meski populer di kalangan masyarakat sebagai Juru Bicara Presiden selama lima tahun, tetapi tidak dekat dengan pengurus DPC dan DPD.

Dia seperti menara gading yang terlihat bagus dari jauh tetapi terasing dari kader dan pengurus PD di daerah. Mungkin jika dia tidak melakukan upaya pencitraan, iklan di televisi, baliho, spanduk dan pernyataan di pers secara intensif, suara yang diperolehnya kurang dari 82.

Terlepas dari itu semua Andi mengakui dirinya kurang intensif mendekati pengurus cabang dan pimpinan daerah sehingga perolehan suaranya pada putarannya paling kecil, yakni 82 (16 persen).

Kepada pers seusai pemungutan suara, Andi mengatakan dirinya lama menjadi juru bicara presiden sehingga tidak cukup waktu mendekati pengurus daerah.

Dia menyatakan calon lain, seperti Marzuki yang lima tahun menjadi sekjen PD dan Anas yang menjadi pengurus partai memiliki waktu yang cukup mendatangi daerah.

Andi yang kini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga mengucapkan selamat kepada siapa pun yang terpilih nanti. Dia juga memberi apresiasi kepada peserta kongres yang sudah menunjukkan kepada masyarakat bagaimana demokrasi berproses di tubuh partai pemenang Pemilu 2009 itu.


Tak Cukup Pencitraan

Kekalahan Andi itu menguatkan pendapat jika ingin berhasil di dunia politik maka tidak cukup dengan upaya pencitraan saja. Setiap calon harus turun ke daerah, mendatangi konstituennya, berdialog dan menanam persepsi yang sama tentang visi dan misi partai.

Anas ketika ditanya tentang baliho lawan politiknya, mengatakan, "Baliho saya ada di hati pemilih."

Anas dan Marzuki memang minim dengan baliho dan spanduk. manuver yang dilakukan hanya sekali-kali. Tidak ada pernyataan bombastis menjelang konggres. Kematangannya baru terlihat di saat konggres.

Pemilihan ketua umum Kongres PD II putaran pertama menghasilkan 236 suara (45 persen) untuk Anas Urbaningrum, 82 suara (16 persen) untuk Andi Malarengeng dan 209 suara (40 persen) untuk Marzuki Alie. Sejumlah 2 suara tak sah.

Kadang-kadang aspek yang paling penting dari suatu subjek tidak segera jelas. Jauhkan membaca untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.

Karena tak ada yang menang 50 persen maka akan diadakan pemilihan untuk putaran kedua yang diikuti oleh Anas dan Marzuki.

Jika ditilik lebih jauh, hasil penghitungan suara putaran perama Kongres II PD di luar perhitungan sejumlah pihak, termasuk dari kubu tim sukses ketiga calon.

Kongres yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat malam (21/5) di Padalarang, Bandung, menghasil dua peringkat pertama yakni Anas dan Marzuki Alie.

Anas mendapat 236 suara (45 persen), Andi Malarangeng 82 suara (16 persen) dan 209 suara (40 persen) untuk Marzuki Alie. Sebanyak 2 suara tak sah.

Sebelumnya Kubu Andi sangat yakin akan memperoleh sekitar 300 suara sehingga berani melontarkan usulan aklamasi. Namun, pada saat tes pertama pemungutan suara untuk penentuan jadwal pemilihan ketua umum yang digagas kubu Marzuki, kubu Andi hanya mendapat 130 suara, Sisanya untuk kubu Anas dan Marzuki.

Pada malam usai pemungutan muncul rumor Andi akan mundur dari pencalonan karena 130 suara tidak cukup untuk maju ke babak kedua yang mensyaratkan 25 persen suara dari 531 total suara.

Namun, ternyata Andi tetap maju dan perolehan suaranya merosot jauh menjadi 82 suara saja. Sebelum hasil penghitungan usai, Andi sudah meninggalkan posisinya di panggung dan melayani wawancara dengan televisi swasta.

Sementara di kubu Anas sebelumnya muncul optimisme akan meraih 270 suara, lebih dari 50 persen plus 1, sehingga pemungut suara cukup satu putaran. Ruhut Sitompul kepada pers mengatakan tadi malam semua pendukung Anas berkumpul di sebuah hotel dan tidur bersama di lobbynya.

"Ketika ditanya mengapa kalian tidak pulang ke hotel, mereka (pengurus DPD dan DPC) bilang kami takut serangan fajar, bang," kata Ruhut mengutip pernyataan pendukungnya.

Ruhut juga menyatakan, dia sedang berfikir bagaimana menahan air mata jika Anas menang satu putaran. Kenyataannya, Anas hanya mendapat 236 suara, meski perolehannya tertinggi tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan perkiraan kubunya.


Kuda Hitam

Di luar dugaan Marzuki, si kuda hitam, mendapat peroleh suara di luar perkiraan banyak pihak. Uji coba peroleh suara melalui usulan pemilihan ketua umum yang dipercepat agaknya melambung citranya.

Dia mengalahkan Andi yang semula dijagokan dan memiliki baliho serta spanduk dimana-mana. Marzuki memperoleh 209 suara.

Artinya, terjadi perpindahan suara Andi ke Anas dan Marzuki yang sangat siginifikan. Pada putaran kedua, publik menanti akan kemana Andi dan pendukungnya akan melimpahkan suaranya.

Sebelumnya, Ahmad Mubarok, Ketua Tim Pemenang Anas, mengatakan posisi Sekjen PD akan diberikan kepada Edhi Baskoro (Ibas, putra bungsu SBY dan pendukung Andi). Diakuinya, tawaran itu belum dibicarakan dengan Anas.

Sejumlah pengamat menilai, kekalahan Andi karena SBY tidak memberi isyarat mendukung Andi pada saat pidato pembukaan Konggres. SBY justru mengingatkan agar tidak melakukan politik uang.

Sikap netral SBY menghidupkan demokrasi di konggres partai pemenang Pemilu 2009 itu, meskipun kubu yang didukung oleh anaknya kalah telak. Setidaknya Partai Demokrat sudah menunjukkan bahwa mereka bukan partai keluarga (partai yang didominasi keluarga) seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.(*)
(T.E007/R009)