Bandung (ANTARA News) - "Revolusi Sunyi" menunjukkan kekuatannya, figurnya yang tenang dan kalem membius sebagian besar peserta Kongres II Partai Demokrat, 21-23 Mei 2010, untuk memberikan suara kepadanya. Dialah Anas Urbaningrum (41), generasi baru yang akhirnya memimpin Partai Demokrat periode 2010-2015.

Anak Desa Ngaglik RT 02 RW 03 Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur itu, berjaya di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tempat perhelatan kongres, sekaligus membenam impian dua pesaingnya, Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng.

Andi yang optimistis menang satu putaran ternyata tamat di pemilihan putaran pertama setelah kalah telak dari Marzuki Alie dan Anas. Di putaran pertama pemilihan ketua umum, Andi hanya mengantongi 82 suara sedangkan Marzuki 209 suara dan Anas tak terkejar setelah mendominasi 236 suara.

Lantaran tidak ada kandidat yang meraih 50 persen plus satu maka pemilihan berlanjut ke putaran kedua.

Pada putaran kedua, meskipun kubu pendukung Andi berkolaborasi dengan pendukung Marzuki, perolehan suara untuk Anas tak terkejar setelah mengantongi 280 sedangkan Marzuki hanya 248 suara dan tiga suara lain dinyatakan tidak sah.

Terseok pada penghitungan suara pada awalnya, Anas kemudian dapat menyeimbangkan posisi ketika sama-sama meraih 118 suara dengan Marzuki. Setelah itu, perolehan suara penulis buku "Revolusi Sunyi" yang diluncurkan menjelang kongres itu melaju tak terkejar lagi.

Setelah dipastikan menang ketika penghitungan suara baru mencapai 265 suara untuk Anas, kandidat termuda itu bergegas merangkul dua pesaingnya, Marzuki dan Andi sebagai simbol bahwa mereka tetap bersatu.

"Ini adalah kemenangan Demokrat. Pak Marzuki Alie dan Pak Andi Mallarangeng adalah sahabat kami, mereka berdua adalah kader terbaik Demokrat. Ini adalah kemenangan Partai Demokrat, dan kami akan terus bersama memajukan partai," ujarnya kepada wartawan beberapa saat setelah memenangi pemilihan putaran kedua itu.

Ketua Umum DPP Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 1997-1999 yang lahir di Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969 itu, membuktikan diri bahwa kemenangan dapat diraih dengan cara-cara yang santun, tenang, dan tanpa memperlihatkan sikap ambisius.

Pria berkaca mata yang juga menjabat Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR itu terkesan tidak terlalu "ngotot" dan menghabiskan belanja belanja publikasi yang besar seperti Andi dalam memperjuangkan keinginannya untuk menjadi ketua umum Partai Demokrat.

Meski demikian, pendekatan personal yang dilakukannya maupun Tim Pemenangannya terhadap DPD maupun DPC di seluruh Tanah Air telah dilakukan sejak lama.

Anggota tim pemenangan Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, mengatakan, Anas Urbaningrum akan menempatkan Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng di tempat terhormat.

"Dari musyawarah di Tim Anas, kami mengusulkan agar Pak Marzuki ditempatkan sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina dan Andi sebagai Sekretaris Dewan Pembina," kata Angelina.

Sedangkan posisi sekretaris jenderal, kata dia, akan diberikan kepada Edhie Baskoro Yudhoyono dengan pertimbangan memiliki kemampuan berorganisasi dan visi politik yang baik.

Dengan diberikannya jabatan terhormat kepada kedua rivalnya, kata dia, maka hal itu menunjukkan Anas lebih menyukai keutuhan kader dalam membesarkan partai.

Anda mungkin tidak mempertimbangkan segala sesuatu yang baru saja Anda baca untuk menjadi informasi penting tentang beita baru. Tapi jangan kaget jika Anda menemukan diri Anda sendiri mengingat dan menggunakan informasi ini dalam beberapa hari mendatang.

Menjelang kongres, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum mengaku sudah berdiri paling depan di "kotak penalti" untuk selanjutnya mencetak gol kemenangan pemilihan Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

"Dukungan makin kuat dan semakin riil, ibarat bermain sepak bola saya sudah berada di kotak penalti dan tinggal mencetak gol kemenangan," kata Anas.

Kemenangan Anas dalam kongres sebenarnya sudah diprediksi, paling tidak oleh sebuah lembaga survei dari Konsultan Citra Indonesia tentang persepsi keterpilihan (elektabilitas) calon ketua umum Partai Demokrat.

Direktur Konsultan Citra Indonesia (KCI) Barkah Pattimahu menjelaskan, hasil survei terhadap 229 orang yang berasl dari para ketua Dewan Pimpinan Daerah di tingkat provinsi dan Dewan Pimpinan Cabang di tingkat kabupaten/kota menunjukkan bahwa Anas lebih unggul dibanding Marzuki dan Andi

Hasil survei KCI juga menunjukkan untuk ketegori kemampuan memimpin Partai Demokrat Anas Urbaningrum memperoleh dukungan 18,9 persen responden, kemudian Marzuki Alie (16,7 persen) dan Andi Mallarangeng (14,7 persen).

Semua label yang dikenakan pada diri ayah dari empat anak itu, agaknya mirip dengan hasil survei CIRUS Surveyors Group atas 150 responden yang merupakan "opinion leader" di 15 provinsi di Indonesia pada periode 24-30 April 2010. yang menyimpulkan, kandidat Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu paling memiliki jiwa kepemimpinan, demokratis, dan paling trampil dalam komunikasi politik dibandingkan dua kandidat lainnya.

Pendewasaan

Anas tampaknya menuai harapannya bahwa Kongres II Partai Demokrat bisa menjadi sarana pendewasaan berpolitik dan melahirkan tendensi politik yang sehat.

"Pada politik yang sehat, pihak yang menang menghormati, merangkul, dan mengajak bekerja sama kepada pihak yang kalah," katanya.

Sebaliknya, kata Anas, pihak yang kalah juga menghormati dan bisa bekerja sama dengan pihak yang menang, sehingga seluruh kader partai mulai dari calon hingga pendukung tetap solid.

Ia mencontohkan pemilihan Presiden di Amerika Serikat yang calonnya Barack Obama dan Hillary R Clinton.

Ketika Barack Obama menang, ia merangkul dan bekerja sama dengan Hilarry R Clinton di pemerintahan.

"Demikian juga Hillary yang menghargai dan mau bekerja sama dengan Clinton," katanya.

Ia berharap tendensi politik yang sehat dan budaya meritokrasi seperti ini bisa tumbuh di Indonesia.

Namun, Anas menilai, budaya meritokrasi politik seperti ini masih lemah dan belum dewasa.

"Pihak yang menang tidak bisa dan tidak mau menerima yang kalah, sebaliknya pihak yang kalah tidak bisa dan tidak mau menerima pihak yang menang," katanya.

Dalam situasi politik yang belum dewasa seperti ini, katanya, yang dirugikan adalah potensi sinergi dari dua pihak atau lebih yang memiliki kemampuan yang patut diperhitungkan tapi tidak bisa terakumulasi.

Ia menilai dalam pendewasaan politik ke depan supaya menempatkan meritokrasi yakni mensinergikan dua kekuatan sebagai agenda terpenting dalam budaya demokrasi.

Anas kini sedang menikmati buah meritokrasi yang telah ia lakukan selama ini termasuk menjawab tantangan memajukan Partai Demokrat untuk kejayaan bangsa sebagaimana tema kongres.(B009/A041)