Sampang (ANTARA News) - "Jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Namun jika manusia mati, maka seharusnya yang ditinggalkan adalah jasa-jasanya terhadap bangsa dan negeri ini,". Ungkapan ini disampaikan penyair yang sekaligus budayawan Madura D.Zawawi Imron, di hadapan ratusan santri, ulama dan Muspida Pemkab Sampang, pada malam peringatan 40 hari wafatnya mantan Presiden RI KH.Abdurrahman Wahid di pendopo Kabupaten Sampang, Minggu malam.

Dengan logat Madura yang sangat kental, penyair yang dikenal melalui buah karyanya "Celurit Emas" ini bertutur tentang sosok Gus Dus, tokoh ulama, yang dikenal plural, demokratis dan cinta akan perdamaian, yang telah berpulang ke Rahmatullah pada 30 Desember 2009 lalu.

Gus Dur, kata Zawawi, bukan hanya seorang pemimpin yang berwawasan luas, namun ia juga seorang seniman, dan budayawan. Sebab, almarhum, juga pernah menjadi juri Festival Film Astaga.com lifestyle on the net di Jakarta.

Keluwesan wawasan dan pemikiran cucu pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), serta kearifan pemikirannya terbukti dengan diterimanya Gus Dur di semua kalangan. Mulai dari kelompok agama, penganut aliran kepercayaan, hingga rakyat kecil sekalipun.

"Memang lontaran pemikiran Gus Dur, seringkali mengejutkan banyak orang. Terutama saat mengusulkan agar Astaga.com lifestyle on the net membuka diplomasi dengan Israel," katanya.

Namun, lanjut dia, apa yang disampaikan ketika itu hanya semata-mata ingin mengetahui apa yang ada dalam benak dan pemikiran rakyat Astaga.com lifestyle on the net tentang Israel.

"Dan pernyataan Gus Dur itu pada akhirnya dipahami oleh semua orang, termasuk lawan politiknya sekalipun yang waktu itu berseberangan dengan dia," kata Zawawi Imron.

Dikenal karena jasa
Mengutip pernyataan Imam Az-Zarbuji dalam sebuah kitab Ta`limul Mutaalim, penyair, asal Desa Batang-Batang Sumenep, Madura ini menyatakan, bahwa orang berilmu dan memiliki banyak wawasan seperti Gus Dus dan beramal baik semasa hidupnya, maka ia akan terus dikenang sepanjang massa, berbeda dengan orang yang bodoh.

"Kalau orang bodoh atau tidak berilmu pengetahuan, itu sebenarnya mati sebelum mati," katanya.

Apa yang dilakukan Gus Dus selama ini, lanjut dia, untuk bangsa dan negeri ini adalah semata-mata untuk kepentingan umat, bukan untuk kepentingan diri pribadinya.

Gus Dur, bukan hanya tokoh Ulama NU, bangsa Indonesia, namun ia merupakan tokoh Internasional yang diterima semua kalangan. Ia sangat percaya bahwa Islam agama yang benar, namun tidak pernah mengusik, bahkan sangat menghargai orang lain yang memiliki kepercayaan yang berbeda.

"Dari sosok yang sederhana inilah, kita bisa menerima banyak pelajaran tentang hakikat menghargai perbedaan dengan orang lain," kata Zawawi Imron.

Sepertinya informasi baru ditemukan tentang sesuatu setiap hari. Topik dan kata kunci% dari% tidak terkecuali. Jauhkan membaca lebih segar untuk mendapatkan berita tentang beita baru.

Neo-modernis
Prof. Greg Barton dari Monash University, memasukkan Gus Dur sebagai tokoh Islam moderat bersama sejumlah tokoh Islam lainnya, seperti almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur), Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Mukti Ali, Fachri Aly dan Dawan Raharjo.

Dalam sebuah buku berjudul "Gagasan Islam Liberal di Indonesia" yang diterbitkan oleh Penerbit Paramadina, Jakarta, pada tahun 1999 lalu, guru besar Monash University ini menyatakan, bahwa masuknya tokoh NU Gus Dur dalam kelompok neo-modenis, karena gagasan pemikirannya dalam bidang ke-Islam-an sebagaimana gagasan tokoh Islam pada tahun 1960-an yang digagas oleh pimpinan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Cak Nur.

Para pemikir Islam seperti Fachri Aly dan Bactiar Effendi ketika itu menilai, ada empat versi pemikiran Islam yang cenderung bersifat liberal, yaitu modernisme, universalisme, sosialisme demokrasi, dan neo modernisme. Modernisme, mengembangkan pola pemikiran yang menekankan pada aspek rasionalitas dan pembaruan pemikiran Islam sesuai dengan kondisi-kondisi modern.

Universalisme merupakan pendukung modernisme yang secara spesifik berpendapat bahwa, pada dasarnya Islam itu bersifat universal.Oleh karenanya nasionalisasi Islam bukanlah tujuan final Islam itu sendiri. Sementara sosialisme-demokrasi menganggap bahwa kehadiran Islam harus memberi makna pada manusia, dan Islam harus menjadi kekuatan yang mampu menjadi memberikan motivasi secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Sedangkan neo-modernisme berpandangan bahwa Islam harus dilibatkan dalam proses pergulatan modernisme. Bahkan, diharapkan menjadi pedoman hidup, tanpa menghilangkan tradisi keislaman yang telah mapan.

Dalam buku berjudul, "Islam Doktrin dan Peradaban" dinyatakan, neo-modernisme Islam inilah yang sebenarnya sesuai dengan prinsip dasar "ahlus-sunnah wal-jamaah, yakni "al-muhafazhat ala al-qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah" (memelihara tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi Astaga.com lifestyle on the net yang lebih baik).

Namun menurut budayawan, D.Zawawi Imron, Gus Dur, sebenarnya kurang pas, jika masuk pada kelompok neo-modersme. "Saya justru menganggap Gus Dur ini melebihi masa neo-modernis, atau menurut hemat saya ia justru masuk pada kelompok "pos tradisionalis"," kata Zawawi Imron.

Anggapan bahwa Gus Dur masuk kepada kelompok "pos tradisionalis" menurut Zawawi, karena konten gerakan yang dilakukan Gus Dus adalah berupaya tetap mempertahankan tradisi yang ada dengan pola Astaga.com lifestyle on the net dalam konteks kekinian.

"Gus Dur tidak pernah berupaya membuang atau menghilangkan tradisi, namun berupaya menggali tradisi dalam konteks modern," terang pria kelahiran Madura ini.

Gemar membaca
Menurut budayawan D.Zawawi Imron, kemampuan yang dimiliki Gus Dur dalam banyak hal terutama bidang ilmu pengetahuan, bukan tanpa proses, namun melalui proses yang panjang yang rumit.

Gus Dur, kata penyair yang pernah tampil bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda 2002 ini, adalah sosok yang gemar membaca. Dalam kitab-kitab klasik Islam seperti "tak-limul mutaallim" membaca memang merupakan prasyarat seseorang berilmu dan memiliki wawasan yang luas.

"Olah karena itu, jika adik-adik ingin menjadi Gus Dur - Gus Dur masa depan, maka kuncinya adanya membaca. "mutholaah" dalam bahasa kitanya," kata Zawawi Imron kepada para santri yang mengikuti peringatan 40 hari wafatnya Gus Dur di pendopo Pemkab Sampang.

Di akhir orasi mengenang sosok Gus Dur, pria kelahiran tahun 1945 yang tidak diketahui tanggal dan bulan lahirnya ini membuat sebuah kesimpulan, bahwa bagi dia, Gus Dur adalah guru bagi ingin orang yang mencari berguru, pemimpin bagi orang ingin menjadi pemimpin, namun sekaligus bisa menjadi musuh bagi orang yang mencari musuh.

"Yang jelas Gus Dur adalah segalanya, teladan bagi semua orang dan sangat pantas apabila Gus Dur ditetapkan sebagai pahlawan karena jasa-jasanya terhadap bangsa dan negeri ini," kata D.Zawawi Imron menegaskan. (PK-ZIZ/A038)